Realitanyanews, KALSEL – Sebanyak puluhan korban mafia tanah dari Banjarmasin menyeruduk Pengadilan Tinggi Banjarmasin di Jalan Bina Praja, Kompleks Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kaslel), Kota Banjarbaru, Selasa (15/10).
Puluhan massa tersebut mempertanyakan keputusan hakim yang membebaskan Hasbiansari dalam dugaan pemalsuan surat tanah.
Sojuangon yang memimpin aksi itu menceritakan bahwa dirinya bersama keluarganya menjadi korban mafia tanah sejak 2006.
“Tahun 2006 lalu sampai dengan sekarang tanah itu tidak bisa dimanfaatkan. Tempat usaha dihancurkan, kolam pemancingan, jualan tanaman hias dan rumah makan,” ucap Sojuangon kepada awak media.
Demi mendapatkan keadilan, Erni Saragih, istri dari Sojuangon juga telah melaporkan dugaan pemalsuan surat yang dilakukan kelompok mafia kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian dan melakukan pemeriksaan laboratorik kriminalistik, mendapatkan tanda tangan palsu atau karangan (Spurious Signature).
Dengan akta Nomor 97 tanggal 31 Januari 2018 yang merupakan pelepasan hak dan kuasa dari Husaini kepada Hasbiansari yang dibuat di Notaris Achmad Adjie Suseno juga berisikan keterangan yang tidak benar/ palsu.
“Dari hasil penyelidikan kemarin ada tiga tersangka yang ditetapkan yakni Husaini, Achmad Adji Suseno dan Hasbiansari,” katanya.
Dua dari tersangka yakni Husaini dan Hasbiansari telah berubah status menjadi terdakwa, dan telah disidangkan hingga divonis bersalah dengan hukuman 3 tahun penjara.
“Walaupun lebih ringan dari tuntutan JPU, tetapi telah mempertimbangkan semua aspek hukum termasuk Labkrim Polri pada SKKT dan 205 bukti surat, 20 saksi fakta serta 2 saksi ahli (tidak ada saksi yang meringankan) dalam persidangan,” jelasnya.
Kemudian, Hasbiansari sendiri mengakui bahwa sertifikat nomor 2264 dibuat berdasarkan data yang mengandung keterangan palsu.
Namun, putusan banding di Pengadilan Tinggi Banjarmasin dengan Nomor 214/Pid/2024/PT Bjm, terdakwa Hasbiansari malah dibebaskan oleh hakim.
Selanjutnya, Sojuangon mempertanyakan akal sehat dari majelis hakim dalam pertimbangannya.
“Sampai saat ini belum ada satu putusan yang bekekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa isi dari akta notaris nomor 97 tersebut isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu,” tegas Sojuangon.
Ia mengatakan pertimbangan hakim bertentangan dengan SEMA RI No: 04/1980 tentang Pasal 16 UU 14/1970 mengenai Prejudicieel Geschil bahwa hakim pidana tidak terikat pada putusan hakim perdata yang bersangkutan seperti dinyatakan dalam PERMA 1/1956.
“Saya berharap Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan terhadap oknum-oknum hakim yang diduga tidak pofesional dan berpihak dalam perkara ini. Lalu meminta KPK RI turut mengusut tuntas. Jangan-jangan benar isu yang beredar luas di masyarakat perkara mafia tanah ini di-bekingi anggota DPR RI,” tegasnya.
“Saya berharap agar mahasiswa fakultas hukum baik strata I,II dan III mengangkat kasus ini untuk dijadikan penelitian pembuatan skripsi, tesis dan disertasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Chrisfajar Sosiawan mengungkapkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan terkait aksi tersebut.
Namun secara administrasi pihaknya belum bisa memberikan jawaban tertulis.
“Karena surat masuk pada Jumat siang lalu, dan baru dipelajari Senin siang. Namun tidak cukup waktu sehari dalam mendalaminya,” katanya.
“Setelah kita berkoordinasi dengan hakim terkait soal pertimbangan putusan, bebasnya Hasbiansari dituding menggunakan surat palsu pada Juni 2024. Sementara Adjie Suseno tidak terbukti membuat akta palsu 19 September,” paparnya.
Ia menyebut bahwa Hasbiansari memang terbukti menggunakan dokumen, tetapi dokumen tersebut dianggap tidak palsu oleh hakim.
“Dia memang terbukti menggunakan surat, tetapi suratnya itu bukan palsu. Jadi putusan itu ada tiga, pertama bila terbukti dipidana, bila tidak maka bebas, dan bila terbukti tapi bukan tindak pidana atau lepas dari jeratan hukum dinamakan Onslaag,” tutupnya.
Sumber: SuaraMilenial.id