Realitanyanews, JAKARTA — Sejumlah orang dekat Presiden Joko Widodo digadang bakal maju di Pilkada serentak 2024 yang digelar pada 27 November. Menantunya, Bobby Nasution disebut maju di Pilgub Sumatra Utara. Lalu, putranya Kaesang Pangarep juga santer diisukan maju di Pilgub Jakarta.
Presiden Joko Widodo akan turun dari jabatannya sebagai presiden pada Oktober 2024. Kepemimpinannya akan dilanjut oleh Prabowo dan putranya Gibran sebagai cawapres.
Dalam proses pilkada dalam rentang Agustus (proses pendaftaran) hingga November (pemungutan suara), terdapat selang waktu kurang lebih satu bulan antara pemungutan suara dengan lengsernya Jokowi.
Jokowi effect mengemuka di Pilpres 2024 lalu. Paslon yang dinilai terafiliasi dengan Jokowi disebut mendapat limpahan suara.
Jelang Pilkada 2024, survei Litbang Kompas terbaru mencatat sebanyak 54,3 persen responden mempertimbangkan untuk memilih calon yang memiliki hubungan dekat dengan Jokowi.
Lantas apakah Jokowi effect masih akan kuat di Pilkada 2024?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno memberikan pandangannya soal efek Jokowi di pilkada nanti. Ia berangkat dari hasil survei Litbang Kompas yang menyatakan pengaruh Jokowi masih kuat di pilkada.
Adi berpandangan hal itu wajar karena kini Jokowi masih menjabat presiden. Namun, hal itu bisa berubah di Oktober kala Jokowi lengser dan digantikan Prabowo.
Ia berpendapat figur sentral nantinya akan bergeser ke Prabowo setelah ia dilantik menggantikan Jokowi.
"Itu artinya, sebulan jelang pilkada preferensi politik pemilih bisa berubah total dan yang jadi figur sentral adalah Prabowo Subianto di pilkada, bukan lagi Jokowi," kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/6).
Ia menilai setelah Prabowo dilantik kecenderungan pemilih untuk mencoblos calon yang terasosiasi dengannya, akan lebih dominan dibanding Jokowi.
"Bisa dibuktikan, seminggu atau dua minggu setelah Prabowo dilantik, saya meyakini pemilih akan condong akan memilih calon yang terasosiasi atau didukung ke Prabowo. Jadi, saat pencoblosan pilkada justru Prabowo effect yang lebih dominan," ucap dia.
Sementara itu, analis komunikasi politik Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro menilai Jokowi hanya akan berpengaruh sebagai politik simbolik belaka di Pilkada 2024.
Ia menyatakan keberpengaruhan Jokowi itu juga tak terjadi di seluruh daerah di Pilkada 2024. Verdy menekankan setiap daerah memiliki konfigurasi politik yang berbeda-beda satu sama lain.
"Pengaruh Presiden Jokowi relatif masih besar hanya untuk Mas Bobby dan Mas Kaesang. Di luar itu sepertinya tidak begitu, karena polanya berbeda. Setiap daerah punya dinamika politiknya masing-masing yang tidak bisa digeneralisir," kata Verdy.
Verdy pun menilai Jokowi juga takkan secara terang-terangan cawe-cawe turun ke arena. Ia mengingatkan Jokowi memiliki tugas untuk soft landing pada Oktober nanti.
Ia menyebut cawe-cawe secara langsung di pilkada sangatlah beresiko bagi Jokowi dan hanya akan membangun persepsi negatif dari publik.
"Relatif beresiko terjadi mispersepsi apalagi jika sampai terjadi blunder yang tidak perlu," ujarnya.
Kuat peran parpol
Terpisah, pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar berpendapat Jokowi masih cukup berpengaruh di Pilkada 2024.
Ia menyebut selama Jokowi masih menjabat sebagai presiden, maka ia masih berpengaruh karena memiliki sumber daya.
"Saya pikir sih tidak mungkinlah untuk tidak terlibat dia, problem langsung atau tidak langsung kan itu masalah lain," kata Idil.
Namun, Idil menduga dalam konteks pilkada nanti peran partai politik akan lebih hidup. Menurutnya, konstelasi di pilkada dengan pilpres cukup berbeda.
Ia pun tak melihat potensi praktek politisasi bansos yang diduga terjadi di Pilpres 2024 lalu akan terjadi lagi. Idil justru berpandangan mesin parpol akan lebih hidup di kontestasi nanti.
"Tapi kalau konteksnya pembagian bansos dan sebagainya saya sih tidak melihat itu akan kembali terjadi," ujarnya.