REALITANYANEWS, JAKARTA – Pendapatan resmi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2024–2029 kembali menjadi sorotan publik setelah terungkapnya tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan. Kebijakan ini menuai kritik di tengah kesulitan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan data, pendapatan bulanan anggota DPR kini lebih dari Rp104 juta. Komponen pendapatan meliputi gaji pokok Rp4,2 juta, tunjangan istri/suami, tunjangan anak, uang sidang, tunjangan jabatan, serta tunjangan tambahan seperti tunjangan kehormatan, komunikasi, peningkatan fungsi, bantuan listrik dan telepon, asisten anggota, dan yang paling signifikan, tunjangan rumah Rp50 juta. DPR beralasan tunjangan diberikan karena banyak rumah dinas yang rusak.
Para pengamat menilai besaran tunjangan ini “tidak layak di tengah sulitnya ekonomi masyarakat” dan “tidak sepadan dengan kinerja DPR yang kurang memuaskan”. Pemerintah juga tengah menempuh efisiensi anggaran.
"Warga menghadapi kesulitan pokok sehari-hari dan kenaikan pajak. Keputusan soal perumahan ini tidak patut," ujar Egi Primayogha, peneliti ICW, kepada BBC News Indonesia, Senin (18/8).
Kebijakan ini berpotensi menghabiskan Rp1,74 triliun selama lima tahun masa jabatan, menurut perhitungan ICW. Kritik serupa datang dari Formappi, yang menilai besaran subsidi anggota DPR jauh berbanding terbalik dengan kinerja mereka, termasuk kehadiran rapat yang tidak maksimal dan pembahasan RUU kontroversial tanpa partisipasi publik.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menanggapi:
“Tanya ke pemerintah saja, karena bukan anggota DPR yang mengaturnya. Kami hanya menerima. Berapa pun, saya bersyukur.”
Polemik ini memicu protes masyarakat, dengan spanduk bertuliskan “Rakyat Ngkritik Bukan Didengeri” dan “Pangkas Anggarannya Bunuh Rakyatnya”, mencerminkan kemarahan publik terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
Sumber: bbcindonesia